Pemberitaan Kasus Prostitusi: Media dan Viktimisasi

Baru-baru ini Indonesia digemparkan dengan berita terungkapnya jaringan prostitusi yang melibatkan dua orang artis Indonesia. Banyak media yang sibuk memberitakan pelaku wanita dalam prostitusi tersebut. Dalam sekejap identitas artis wanita yang terungkap menjadi trending di media sosial serta menjadi headline berita dimana-mana. Sayangnya, di berbagai pemberitaan hanya pelaku wanita atau Si Pemberi Jasa yang diungkap. Pemaparan identitas ini, ternyata tidak berlaku bagi lelaki hidung belang yang meminta. Yang disebut-sebut sanggup membayar hingga 80 juta tersebut.

Sahabat KISARA, kenapa hukuman sosial itu hanya berlaku pada wanita saja? Hal ini bukan hanya terjadi pada kasus prostitusi yang terungkap. Contoh lainnya ketika terjadi pemerkosaan. Dalam kasus pemerkosaan yang jauh lebih besar terkena dampak sanksi sosial adalah wanita. Nyatanya, situasi tersebut mengarah pada viktimisasi ganda. Dikutip dari jurnal Viktimisasi Berganda pada Perempuan Korban Kejahatan Kekerasan (Analisis Isi Pemberitaan Korban Pemberitaan Korban Perempuan dalam Koran Pos Kota April 2012 – Maret 2013) menjelaskan bahwa, viktimisasi berganda adalah sebuah bentuk mendefinisikan mengenai sebuah konsep viktimisasi yang dilaporkan dalam sebuah kejahatan dan terjadi untuk kedua kalinya. Nah, viktimisasi atau penyalahan terhadap korban atas kasus yang dialami pun sering terjadi, terutama terhadap wanita.

Viktimisasi ganda terjadi ketika identitas wanita dipublikasikan maka, akan ada efek sanksi sosial bagi wanita tesebut. Seperti tidak diberi kesempatan lagi didekati oleh pria manapun. Sehingga, hal tersebut dapat membatasi dirinya sebagai pelaku prostitusi dengan dijauhi pria. Sedangkan, jika identitas pria dipublikasikan maka efeknya adalah publikasi mengenai kepemilikan jumlah harta Sang Pria yang menimbulkan efek banyak wanita tergoda untuk melakukan tindakan prostitusi dengan menawarkan dirinya terhadap pria tersebut demi sejumlah harga. Ketika kasus prostitusi terungkap, pelaku pria akan naik pamornya terkait hartanya dan pelaku wanita akan jatuh namanya terkait kondisinya. Dikutip dari jurnalsrigunting.wordpress.com, viktimisasi pada wanita adalah hasil dari dan penguatan dari adanya perbedaan kekuasaan gender. Yaitu bahwa ancaman dan keberadaan viktimisasi wanita menurunkan kekuasaan yang dimiliki oleh wanita dan perempuan; secara simultan, perbedaan kekuasaan ini menyebabkan timbulnya viktimisasi. Kalau stigma itu sudah berubah, baru ada kesetaraan perihal viktimisasi.

Penggambaran media terkait kasus tersebut tentu sangat merugikan serta memperkeruh situasi yang terjadi. Melihat kasus tersebut, viktimisasi terhadap wanita ternyata masih termasuk hal umum yang sering terjadi di Indonesia. Media yang diharapkan dapat bersifat netral justru ‘memfasilitasi’ masyarakat sebagai tempat untuk terjadinya viktimisasi terhadap wanita. Berkaca dari semua itu, kita dapat menyadari dan mengingat bahwa prostitusi adalah sebuah bisnis yaitu, ada karena permintaan. Tak adil rasanya jika hanya menyalahkan salah satu pelakunya.

Bulan

Relawan KISARA

Catatan Kaki:

Diani, Puti Marsha. 2014. Viktimisasi Berganda pada Perempuan Korban Kejahatan Kekerasan (Analisis Isi Pemberitaan Korban Pemberitaan Korban Perempuan dalam Koran Pos Kota April 2012 – Maret 2013). Vol. 7 nomor 1. Dalam https://media.neliti.com/media/publications/109566-ID-viktimisasi-berganda-pada-perempuan-korb.pdf (diakses pada 17 Februari 2019)

Srigunting, Jurnal. 2012. Viktiminasi dan Wanita Sebagai Korban Viktimisasi.

https://jurnalsrigunting.wordpress.com/2012/12/22/viktimisasi-dan-wanita-sebagai-korban-viktimisasi/ (diakses pada 17 Februari 2019)

Photo by Sydney Sims on Unsplash

Leave a Replay

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top