Lebih Baik Pergi Daripada Tersakiti

Photo from : expressandstar.com

Oleh: Widia Ananda – SMP (SLUB)  Saraswati 1 Denpasar (Juara II lomba artikel World Aids Day 2019)

Pacaran adalah proses perkenalan antara dua insan yang biasanya berada dalam tahapan mencari kecocokan agar dapat saling mengerti satu sama lain, saling mendukung, dan saling menjaga. Selain itu, proses yang melibatkan pengalaman romantis pada masa remaja dipercayai memainkan peran yang penting dalam perkembangan identitas dan keakraban. Pacaran pada masa remaja membantu individu dalam membentuk hubungan romantis selanjutnya dan bahkan pernikahan pada masa dewasa. Pacaran seharusnya membawa dampak positif di kehidupan jika hubungan itu dilakukan dengan sehat, namun tak jarang remaja masa kini melakukan hubungan pacaran yang tidak sehat atau toxic relationship di mana pacaran yang mereka lakukan tidak didasari dengan akal dan pikiran yang sehat. Terkadang pacaran yang tidak sehat ini kerap memunculkan berbagai bentuk kekerasan.

Kekerasan dalam pacaran adalah tindak kekerasan terhadap pasangan yang belum terikat pernikahan meliputi kekerasan fisik, emosional, ekonomi dan pembatasan aktivitas. Kekerasan ini merupakan kasus yang sering terjadi setelah kekerasan dalam rumah tangga, namun masih belum begitu mendapat sorotan. Terdapat beberapa contoh kekerasan dalam berpacaran, meliputi kekerasan fisik seperti memukul, menampar, menendang, mendorong, mencekram dengan keras pada tubuh pasangan dan serangkaian tindakan fisik yang lain. Kekerasan emosional atau psikologis seperti mengancam, memanggil dengan sebutan yang mempermalukan pasangan menjelek-jelekan dan lainnya. Kekerasan ekonomi seperti meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan hidupnya seperti memanfaatkan. Kekerasan seksual seperti memeluk, mencium, meraba hingga memaksa untuk melakukan hubungan seksual dibawah ancaman. Kekerasan pembatasan aktivitas oleh pasangan banyak menghantui perempuan dalam berpacaran, seperti pasangan terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga, selalu mengatur apapun yang dilakukan, hingga mudah marah dan suka mengancam.

Menurut PKBI terungkap kasus mahasiswa laki-laki di Surabaya yang melakukan pemerkosaan pada pacarnya karena pacarnya tersebut sulit untuk meluangkan waktu kepada si pelaku, pada bulan Maret lalu. Berselang dua bulan setelahnya, muncul kasus baru lagi yaitu seseorang yang membakar pacarnya hingga meninggal dengan alasan cemburu. Tidak hanya di Indonesia, di Amerika Utara tepatnya di Kanada kekerasan dilakukan oleh lelaki yang menusuk mantan pacarnya lebih dari 75 kali bulan Mei lalu. Kasus-kasus tersebut hanya segelintir dari sekian banyaknya kasus kekerasan dalam berpacaran, biasanya kekerasan ini dilatar belakangi oleh faktor-faktor tertentu.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam pacaran, diantaranya yaitu tingkat pendidikan yang rendah, kebiasaan tidak baik seperti memakai narkotika, minum miras, bertengkar tidak bisa mengontrol emosi, perempuan menyerang lebih dulu, terjadinya perselingkuhan, dan sifat temperamental. Dampak dari kekerasan dalam berpacaran terhadap remaja ataupun individu itu sendiri adalah seperti prestasi menjadi menurun, stress dan depresi, bahkan sampai muncul keinginan untuk bunuh diri. Terkadang remaja yang berada dalam posisi ini tidak sadar bahwa sebenarnya ia berada dalam masalah, sehingga ia susah untuk diberi nasihat oleh orang lain atau dirinya tahu bahwa ia sedang ada di dalam suatu masalah tapi dia tak berdaya karena ia merasa kurang percaya diri, dan membenarkan tindakan pasangannya.

Berada dalam hubungan yang merugikan semacam itu, tentu bukan hal yang diinginkan. Maka itu, pilihlah pasangan yang layak dan tepat. Apabila sudah terlanjur berada dalam situasi hubungan toxic seperti itu, segera keluar! Percaya dirilah! Berani menentukan sikap. Lebih baik pergi daripada tersakiti, karena selalu ada hal indah untuk ditunggu, bukan?

Leave a Replay

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top