Gerakan Emansipasi Wanita Sudah Tak Seperti Dulu?

Emansipasi merupakan sebuah gerakan atau proses memberi individu kebebasan dan hak sosial atau politik (KBBI, 2013). Emansipasi lebih luas memiliki makna penyetaraan hak, baik individu maupun kelompok dalam berekspresi dan mempelajari keterampilan profesional tanpa adanya pembatasan atau diskriminasi dari pihak maupun golongan lainnya. Emansipasi mulai dikenal sejak akhir abad ke-18, bermula dari tulisan Mary Wollstonecraft yang menyatakan bahwa perempuan juga berhak menerima pendidikan setara degan laki-laki, yang kemudian melahirkan gerakan emansipasi berskala global (feminisme) pada tahun 1792 (Sanders, 2006). Sejarah mencatat setidaknya ada beberapa gerakan emansipasi yang terjadi setelahnya, salah satunya gerakan emansipasi orang kulit hitam untuk bebas dari perbudakan orang kulit putih sejak tahun 1789 yang salah satunya ditandai dengan proklamasi emansipasi oleh Presiden Abraham Lincoln pada tahun 1863 (Goodman, 2018). Lebih lanjut gerakan emansipasi wanita Indonesia yang diprakarsai R. A. Kartini karena keresahannya terhadap diskriminasi wanita pribumi sejak 1900-an dan masih terus disuarakan hingga kini (Citra Mustikawati, 2015).

Sejak dulu emansipasi selalu bergandengan dengan perjuangan, dua kata ini sangat erat dan dekat, bahkan menghiasi hampir seluruh lembar sejarah dunia. Emansipasi wanita khususnya, sudah bukan topik asing bagi sebagian orang, namun masih cukup membingungkan dan tidak menarik bagi sebagian lainnya. Emansipasi wanita dan feminisme memiliki arti yang sama, hanya saja gerakan emansipasi wanita lebih dikenal di Indonesia karena dipelopori oleh R. A. Kartini sebagai tokoh nasional penggerak perubahan (Mustikawati, 2015). Sedangkan feminisme merupakan gerakan emansipasi wanita berskala global, yang secara tidak langsung memberikan dampak dan mematik gerakan emansipasi wanita di berbagai negara, salah satunya Indonesia. Sejak awal gerakan feminisme memiliki beberapa tujuan, salah satunya menyetarakan hak-hak kaum wanita, baik secara sosial politik, dan ekonomi dari segala bentuk ketidakadilan dan diskriminasi buah budaya patriarki sejak tahun 1500-an (Hudgson-Wright, 2006). Namun seiring berjalannya waktu, banyak pihak beranggapan terjadi perubahan pada tubuh emansipasi wanita. Perubahan terjadi akibat dari semakin banyak ide dan hak yang ingin diperjuangkan, sehingga saling tumpang tindih dengan ide dan paham yang sudah berlaku ataupun dilaksanakan (Diaz, 2019)

Dewasa ini banyak pendapat menyatakan gerakan emansipasi wanita seakan kehilangan jiwanya, hal ini didasari beberapa alasan, diantaranya karena sebagian besar orang sudah merasa kita telah sampai ada tahap “kesetaraan” gender ideal antara perempuan dan laki-laki (Caprino, 2017). Selain itu ada banyaknya bias dan ketabuan terhadap isu-isu yang dibahas karena mayoritas individu lebih menyepakati dan menyetujui suatu hal berdasarkan pengalaman yang mereka alami atau ketahui (Caprino, 2017). Berdasarkan alasan tersebut, besar kemungkinan masyarakat mulai “enggan” menyuarakan gerakan emansipasi wanita, sehingga mereka mulai menilai bahwa gerakan terebut hanya buang-buang waktu dan pada akhirnya tidak menghasilkan apa-apa. Sama halnya dengan ide dan gagasan lainnya, gerakan emansipasi wanita juga memiliki kelompok penentangnya. Kelompok ini dengan tegas menentang adanya gerakan emansipasi wanita dengan dalih gerakan ini akan mengakibatkan para laki-laki kehilangan kekuasaan dan kekuatannya, lebih jauh mereka merasa bahwa gerakan ini mengancam nilai-nilai budaya tradisional dan religius yang sudah mereka pegang sejak dulu (Callahan, 2017). Selain pendapat itu, ada beberapa pihak yang merasa “tersinggung” dengan pendukung gerakan emansipasi wanita, beberapa di antara mereka merasa bahwa gerakan ini dipenuhi oleh orang-orang pemarah yang tak menerima diskusi (Caprino, 2015). Sehingga pada akhirnya mayoritas massa sepakat bahwa gerakan ini sia-sia. Namun, apakah gerakan emansipasi wanita benar-benar sia-sia? Atau hal ini terjadi karena bias dampak perlawanan menuju perubahan?

Secara garis besar, sistem sosial masyarakat masih di kuasai budaya patriarki. Budaya yang mengangungkan laki-laki, sehingga secara tidak langsung memberikan mereka keleluasaan untuk mengatur bagaimana para perempuan harus berprilaku. Emma Watson (dalam Vagianos, 2016) menyatakan dengan tegas dalam pidatonya bahwa gerakan feminisme adalah memberikan hak perempuan untuk mengatur diri mereka tanpa perlu takut mendapat label dari kaum laki-laki. Jadi, apakah gerakan emansipasi wanita yang semakin kacau atau kita yang terlalu enggan untuk berubah dan tahu?

DAFTAR PUSTAKA

Sanders, Valerie. (2006). First Wave Feminism‖ dalam Cambridge Companion to Feminism and Postfeminism

Hudgson-Wright, 2006. Hodgson-Wright, Early Feminism, dalam Cambridge Companion to Feminism and Postfeminism

Callahan, N. (2017). Today’s feminism movement has devolved into men hating – The Telescope. The Telescope. https://www.palomar.edu/telescope/2017/04/12/todays-feminism-movement-has-devolved-into-men-hating/

Caprino, K. (2015). Gender Bias Is Real: Women’s Perceived Competency Drops Significantly When Judged As Being Forceful. Forbes. https://www.forbes.com/sites/kathycaprino/2015/08/25/gender-bias-is-real-womens-perceived-competency-drops-significantly-when-judged-as-being-forceful/?sh=72ae825c2d85

Caprino, K. (2017). What Is Feminism, And Why Do So Many Women And Men Hate It? Forbes. https://www.forbes.com/sites/kathycaprino/2017/03/08/what-is-feminism-and-why-do-so-many-women-and-men-hate-it/?sh=4638f5f17e8e

Diaz, G. (2019). Has Today’s Feminism Gone Too Far? Girls’ Globe. https://www.girlsglobe.org/2019/08/05/todays-feminism-gone-too-far/

Goodman, B. K. (2019). Lincoln ends slavery in the Confederacy with the Emancipation Proclamation. Medium, 1. https://www.academia.edu/40395278/Lincoln_ends_slavery_in_the_Confederacy_with_the_Emancipation_Proclamation

KBBI. (2013). Arti kata emansipasi – Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Kbbi.web.id. https://kbbi.web.id/emansipasi

Mustikawati, C. (2015). PEMAHAMAN EMANSIPASI WANITA. Jurnal Kajian Komunikasi, 3(1), 65. https://doi.org/10.24198/jkk.v3i1.7395

Vagianos, A. (2017a). Gloria Steinem Had The Perfect Response To Criticism Over Emma Watson’s VF Cover. HuffPost. https://www.huffpost.com/entry/gloria-steinem-had-the-perfect-response-to-criticism-over-emma-watsons-vf-cover_n_58bd7180e4b05cf0f401ce10

Leave a Replay

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top