Ketika Cinta Bukan Lagi “Cinta”

Photo by Sydney Sims on Unsplash

Mencintai seseorang tidaklah mudah. Benar tidak? Setiap orang memiliki ekspektasinya masing-masing tentang keinginannya untuk dicintai. Kamu pun juga memiliki caramu sendiri untuk mengekspresikan cinta pada pasanganmu ataupun orang-orang disekitarmu. Karena pada dasarnya cinta tidak hanya merujuk pada pasangan atau pacar, tapi juga tentang teman, keluarga maupun orang terdekatmu.

Tapi pernah gak sih, kamu mengalami ini saat berpacaran?

“Pokoknya kamu gak boleh deket sama dia.”, “Password Sosmed aku harus tau semua.”, “Pokoknya kamu nurut sama aku. Jangan ngebantah!”, “Katanya sayang, buktiin dong!”

Pernah mengalami hal itu? Atau pernah jadi pelakunya malah?

Hal diatas dikenal sebagai Dating Abuse/Violence atau yang kita kenal sebagai Kekerasan Dalam Pacaran. Kekerasan dalam pacaran atau dating violence adalah tindak kekerasan terhadap pasangan yang belum terikat pernikahan meliputi kekerasan fisik, emosional, ekonomi dan pembatasan aktivitas. Kekerasan ini merupakan kasus yang sering terjadi setelah kekerasan dalam rumah tangga atau hubungan berpacara, namun masih belum begitu mendapat sorotan jika dibandingkan kekerasan dalam rumah tangga sehingga terkadang masih terabaikan oleh korban dan pelakunya. Bentuknya bisa saja berupa Kekerasan fisik seperti memukul, menampar dan menendang, Kekerasan emosional atau psikologis seperti mengancam, Kekerasan ekonomi seperti meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan hidupnya seperti memanfaatkan atau menguras harta pasangan, Kekerasan seksual seperti memeluk, mencium, meraba hingga memaksa untuk melakukan hubungan seksual dibawah ancaman. Dan Kekerasan pembatasan aktivitas oleh pasangan banyak menghantui perempuan dalam berpacaran, seperti pasangan terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga, selalu mengatur apapun yang dilakukan, hingga mudah marah dan suka mengancam.

Tau gak sih? Hampir 1,5 juta siswa sekolah menengah di seluruh dunia mengalami pelecehan fisik dari pasangannya dalam satu tahun. Satu dari tiga remaja di A.S. adalah korban pelecehan fisik, seksual, emosional atau verbal dari pasangan kencan, angka yang jauh melebihi tingkat kekerasan remaja lainnya. Dan satu dari 10 siswa sekolah menengah telah dengan sengaja dipukul, ditampar, atau disakiti secara fisik oleh pacar.

Setiap hubungan tentunya memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tetapi kesamaan yang dimiliki oleh hubungan yang tidak sehat dan kasar adalah masalah kekuasaan dan kendali. Kata-kata dan tindakan kekerasan adalah alat yang digunakan oleh pasangan yang melakukan kekerasan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan dan kendali atas pasangannya.
Siapapun dapat mengalami pelecehan saat berpacaran atau perilaku hubungan yang tidak sehat, terlepas dari jenis kelamin, orientasi seksual, status sosial ekonomi, etnis, agama atau budaya. Hal ini tidak pandang bulu dan dapat terjadi pada siapa pun dalam hubungan apa pun, baik itu hubungan biasa atau serius. Pelecehan dalam kencan lebih umum dari yang kamu pikirkan.

Kekerasan dalam pacaran pada masa remaja dapat memiliki konsekuensi serius, menjadikan korban berisiko lebih tinggi untuk penyalahgunaan narkoba, gangguan makan, perilaku seksual berisiko dan kekerasan dalam rumah tangga lebih lanjut. Pelecehan fisik atau seksual membuat remaja perempuan enam kali lebih mungkin hamil dan dua kali lebih mungkin untuk tertular IMS. Separuh dari remaja yang telah menjadi korban kekerasan dalam pacaran dan percobaan pemerkosaan untuk bunuh diri, dibandingkan dengan 12,5% anak perempuan yang tidak dilecehkan dan 5,4% dari anak laki-laki yang tidak dilecehkan.

Jika kamu berada dalam hubungan yang tidak sehat atau penuh kekerasan, mencari tahu langkah selanjutnya bisa jadi sangat sulit. Kamu mungkin telah menyayangi si dia dengan sepenuh hati dan terlalu terbiasa dengannya. Namun, masa depan dan bukan masa lalu, yang harus kamu pertimbangkan. Apakah kamu akan senang dengan si dia? Apakah kamu dapat mencapai tujuanmu? Apakah kamu yakin akan merasa aman?

Jika kamu memutuskan untuk tetap melanjutkan, pastikan kamu jujur dengan diri sendiri tentang keputusanmu. Meskipun hubungan yang tidak sehat bisa menjadi sehat dengan waktu dan dedikasi yang cukup, tidaklah realistis untuk “memperbaiki” hubungan yang penuh kekerasan. Ingat, pada akhirnya, kamu hanya bisa mengubah perilakumu sendiri – bukan perilaku pasanganmu.

Ingatlah bahwa mencintai dan dicintai adalah harapan semua orang. Pilihan untuk tetap tinggal atau pergi ketika kamu disakiti adalah sepenuhnya pilihanmu. Namun, tetaplah berpegang teguh bahwa kebahagiaanmu adalah hal yang utama. Karena cinta harusnya tidak menyakiti siapapun!

 

Ade Lia Novita Sari

Relawan KISARA PKBI Bali

Leave a Replay

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top