Dua Garis Biru, Digugu Tidak Untuk Ditiru

Oleh: Ni Putu Mirna Wati* – Universitas Pendidikan Ganesha (Juara I lomba artikel International Youth Day 2019)

Menikah muda belakangan seolah – olah menjadi sebuah tren. Sempat viral pada Juli 2019 seorang bocah laki-laki kelas II SMP menikahi gadis kelas VI SD di Sumatera Selatan. Dilansir dari situs news.detik.com awal mula pernikahan ini dilaksanakan adalah keduanya tiba – tiba datang meminta untuk dinikahkan. Mengingat keduanya suka sama suka serta menghindari hal – hal yang tidak diinginkan, maka orang tua keduanya setuju untuk merestui.

Media sosial seperti Instagram disinyalir menjadi salah satu wadah penyebaran virus nikah muda dengan ramainya tagar #GerakanNikahMuda yang sudah mencapai 199 ribu lebih unggahan per tanggal 8 Agustus 2019. Tidak hanya tagar nikah muda yang banyak bertebaran, foto ­pre­-wedding yang indah dari para influencer juga turut andil dalam memicu adanya nikah muda. Unggahan seperti itu menimbulkan ekspetasi yang tinggi dan mengaburkan kesiapan – kesiapan yang lebih penting dan harus dilakukan sebelum menikah.

Maraknya pernikahan dini tentu harus menjadi perhatian semua kalangan. Mengacu pada UU Republik Indonesia No. 1 tahun 1974 seorang pria baru diizinkan menikah pada usia 19 tahun, sedangkan perempuan pada usia 16 tahun. Menurut psikolog, Roslina Verauli dilansir dari situs BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), dianjurkan di atas umur 20 karena dianggap sudah memiliki kemampuan mengatasi masalah tanpa melibatkan emosi. Hal itu merupakan salah satu indikator kesiapan menikah yang dapat mengurangi dampak ketidakbahagiaan dalam pernikahan.

Berangkat dari keresahan tersebut, seorang sutradara sekaligus penulis skenario, Gina S. Noer membuat film Dua Garis Biru. Dari film tersebut banyak dampak yang diceritakan jika melakukan nikah muda yaitu:

  1. Pihak perempuan putus sekolah

Diceritakan bahwa pemeran perempuan bernama Dara ketahuan hamil. Secara otomatis pihak sekolah mengeluarkan Dara agar tidak menjadi contoh bagi teman – temanya yang lain. Sedangkan Bima yang saat itu masih berstatus sebagai pacar Dara diizinkan untuk melanjutkan sekolah. Pada akhirnya Dara mengambil kejar paket C.

  1. Keadaan ekonomi yang tidak stabil

Menikah saat masih berstatus sebagai pelajar SMA tanpa ada usaha atau pekerjaan sampingan membuat Bima dan Dara tidak memiliki penghasilan untuk membiayai rumah tangga mereka. Akhirnya Bima sebagai seorang suami sepulang sekolah terpaksa bekerja sebagai pelayan di restaurant papa Dara. Hal ini tentu sangat berat bagi Bima sebagai remaj tentu sepulang sekolah ingin bisa santai, tidur, main game, dan bercanda dengan teman sebayanya.

  1. Memicu pertengkaran

Sebagai pasangan suami istri muda, banyak sekali perdebatan yang mereka alami. Seperti Dara yang mengomel karena Bima sering bolos sekolah dan main game yang dianggap tidak bertanggung jawab untuk masa depat mereka Bahkan Bima sempat meninggalkan Dara dan kembali ke rumah orang tunya. Selain itu, perdebatan terjadi juga karena keinginan Dara untuk bercerai setelah melahirkan agar bisa melajutkan kuliah di Korea. Tidak hanya pertengkaran Dara dan Bima, pertengkaran juga terjadi mereka dengan orang tua masing – masing.

  1. Menimbulkan masalah kesehatan

Hamil saat usia yang sangat muda membuat Dara mengalami luka pada Rahim setelah melahirkan anaknya. Dokterpun mengambil tindakan operasi untuk menyelamatkan Dara. Syukur Dara mampu diselamatkan, namun rahimnya harus diangkat. Dengan diangkatnya rahim Dara, otomatis dia tidak akan bisa hamil selamanya.

Film Dua Garis Biru tidak hanya menyampaikan pesan – pesan tentang hamil di luar nikah dan nikah muda, tetapi juga tentang bagaimana harusnya orang tua berkomunikasi dengan anak sehingga tidak salah langkah. Mengingat positifnya pesan yang disampaikan film ini, besar harapan penulis setelah turun dari layar bioskop film ini bisa diberikan pada sekolah atau puskesman untuk dijadikan bahan sosialisi. Sosialisasi bisa dilakukan saat MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah), pramuka, komunitas. Tidak menutup kemungkinan juga bisa dijadikan bahan sosialisasi juga untuk para orang tua terutama yang tinggal di pedesaan yang jauh dari bioskop. Besar harapan pesan dari film Dua Garis Biru bisa digugu (dipercaya) dan hal yang dialami oleh Dara dan Bima tidak ditiru oleh para remaja.  (*)

 

Catatan Kaki :

BKKBN. 2018. “Banyak calon pasangan yang lebih memikirkan konsep pernikahan dibandingkan kehidupan pasca-pernikahan”. https://www.bkkbn.go.id/detailpost/nikah-muda. Diakses pada 8 Agustus 2019.

Tim detikcom. 2019. “Pernikahan Dini Bocah SMP-SD yang Direstui Ortu”. https://news.detik.com/berita/d-4622321/pernikahan-dini-bocah-smp-sd-yang-direstui-ortu. Diakses pada 8 Agustus 2019.

Leave a Replay

1 thought on “Dua Garis Biru, Digugu Tidak Untuk Ditiru”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top