Tahu Sebelum Tabu

Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam tubuhnya baik secara fisik, psikis, maupun dalam interaksi sosial. Masa remaja adalah masa yang di mana remaja memiliki kesempatan untuk melakukan banyak hal dalam hidupnya. Untuk menjadi remaja yang aktif dan berdaya, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah ikut  menyebarkan informasi yang masih dianggap tabu di masyarakat

Salah satu ketabuan yang masih diyakini di masyarakat adalah soal pendidikan seksualitas (sex education). Bahkan, oleh tak sedikit masyarakat, pendidikan seksualitas masih dianggap cuma ngomongin hubungan seks aja.

“Ngapain ngomongin pendidikan seksual di umur kita sekarang, kaya engga ada bahasan lain aja”

“Kenapa harus bahas pendidikan seksual, kamu mau melakukan hubungan seks, ya?” 

“Jijik ah ngomongin seksual terus”

Sahabat KISARA pernah nggak sih mendengarkan lontaran kalimat di atas? atau bahkan kalian pernah ada di lingkungan seperti itu? Perlu diketahui, pendidikan seksualitas wajib banget kita pahami. Kenapa? karena hal ini akan membantu kita dalam melindungi dan bertanggungjawab terhadap diri kita sendiri. Nah, untuk rincian lebih lanjut, Sahabat KISARA bisa menyimak ragam hal tabu berkaitan dengan kesehatan reproduksi di masyarakat:

  1. Masih menggunakan penyebutan “burung” sebagai nama organ reproduksi laki-laki dan menggunakan penyebutan “kupu-kupu” sebagai organ reproduksi perempuan. Penyebutan organ reproduksi laki-laki maupun perempuan seharusnya sudah kita tanamkan dengan penyebutan “penis” sebagai organ reproduksi laki laki dan “vagina” sebagai organ reproduksi perempuan, hal ini jelas harus kita lakukan agar mereka tidak tabu dan malu dalam menyebutkan organ reproduksinya. 
  2. Sing Beling Sing Nganten atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan “kalau nggak hamil ya nggak nikah”, pernyataan ini masih sering didengar  di kalangan masyarakat khususnya di Bali. Masih banyak lho yang menganut mindset seperti itu. Padahal perlu kita refleksikan bersama bahwa objektifikasi perempuan sekadar untuk melahirkan anak bukanlah hal yang dibenarkan dan berpotensi memicu timbulnya kekerasan berbasis gender. Nah sekadar informasi, saat ini sudah tersedia layanan Catin (Calon Pengantin). Jadi pasangan yang hendak menikah disarankan untuk mengakses layanan tersebut di Faskes terdekat ya, untuk memastikan kesehatan pasangan kalian. 
  3. “Belajar pendidikan seksual berarti kita boleh melakukan seks berisiko”, ini menandakan betapa masih tabu dan kelirunya pandangan terhadap pendidikan seksual. Padahal, pendidikan seksual tentunya membantu kita melindungi diri dan bertanggung jawab atas diri kita sendiri. Pendidikan seksual bertujuan untuk memberikan pemahaman diri terkait tubuh dan fungsi biologisnya. Sehingga, dengan mengetahui dan memahaminya, selanjutnya tentu kita dapat lebih peka dan sadar akan cara menjaga pun juga menghindari bahayanya.
  4. Penggunaan alat kontrasepsi, pembahasan mengenai alat kontrasepsi masih dianggap tabu karena hal ini sering diartikan bahwa jika belajar alat kontrasepsi berarti kita akan melakukan seks berisiko. Pendidikan atau edukasi tentang alat kontrasepsi sangat penting sebagai langkah preventif menghindari risiko Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) dan Infeksi Menular Seksual (IMS).
  5. Merawat organ reproduksi, salah satu hal tabu yang malu atau enggan dibahas karena dianggap jorok. Sebaliknya, edukasi tentang merawat organ reproduksi sangat penting karena kita dapat mengetahui bagaimana cara merawat organ reproduksi yang baik dan benar sehingga kita tidak terkena penyakit pada organ reproduksi.

Pada akhirnya, pandangan tabu atau rasa malu mempelajari kesehatan reproduksi adalah suatu perasaan yang tidak berdasar. Pendidikan seksualitas justru merupakan hal yang penting dan krusial yang harus diketahui individu. Dengan aktif mempelajari pendidikan seksual justru membuat kita semakin paham akan tubuh yang kita miliki dan semakin jelas akan fungsi, cara merawat sampai menjauhi pengaruh negatif yang dapat membahayakan. Aktif mencari tahu berarti menolak untuk mempercayai mitos-mitos yang berkembang di masyarakat tanpa mengkonfirmasinya dengan pengetahuan ilmiah. Jadilah remaja yang aktif dan tahu informasi sehingga terhindar dari pandangan tabu yang tidak membuat kita paham dan berkembang.

Viva Youth, Viva Kisara!

Penulis: Ni Wayan Yuliantari

Editor: Tim KISARA

Leave a Replay

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top