Kenapa Berbicara Tentang Seks itu masih tabu di Kalangan Remaja?

o-COLLEGE-STUDENTS-TALKING-facebook

        Bila kita berbicara tentang seks, selama ini yang terlintas di pikiran adalah hubungan seksual yang terjadi antara dua orang. Padahal seks sendiri memiliki arti jenis kelamin. Seringkali masyarakat kita menganggap bahwa berbicara soal seks adalah hal yang tabu. Ini karena seks yang lekat dipikiran masyarakat adalah seperti yang sudah disebutkan tadi, mengenai hubungan seksual, dan mereka menganggap hal ini cukup privat dan tidak selayaknya diperbincangkan. Persepsi yang seringkali kurang benar tentang seks bisa diakibatkan karena kurangnya sex education atau pendidikan tentang seks.

            Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2003, sekitar 34 persen remaja putri dan 21 persen remaja laki-laki berumur 15-24 tahun belum pernah mendengar istilah HIV/AIDS[1]. Kemudian penelitian oleh Suryoputro, dkk (2006) mengemukakan bahwa peningkatan aktifitas seksual dikalangan kaum remaja, tidak diiringi dengan peningkatan pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi termasuk HIV dan AIDS, penyakit menular seksual (PMS) dan alat-alat kontrasepsi.[2] Hal ini menunjukkan bahwa masih pendidikan seks dikalangan remaja masih sangat kurang. Kurangnya pengetahuan remaja tentang pendidikan seks dikhawatirkan akan berakibat pada tingginya angka penularan penyakit menular seksual, terutama HIV/AIDS yang belum bisa diobati.

            Jika dilihat mundur ke belakang, apa sih yang mengakibatkan kurangnya pendidikan seks dikalangan remaja? Alasan utama adalah karena orang tua masih menganggap pembicaraan mengenai seks dikalangan remaja itu tabu. Masih banyak orang tua yang beranggapan bahwa berbicara tentang seks dengan anak mereka, hanya akan mempengaruhi pikiran dengan hal-hal yang belum sepantasnya diketahui oleh mereka. Dengan masih adanya pemikiran seperti ini, remaja yang memiliki sifat keingintahuan yang tinggi akan mencari sendiri informasi tentang seks. Dikhawatirkan remaja tersebut malah mendapat informasi yang salah mengenai seks dan pada akhirnya merugikan remaja itu sendiri.

            Dalam acara Gebyar Remaja Indonesia Peduli HIV/AIDS pada tahun 2015, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek meminta masyarakat agar tidak tabu untuk membicarakan pendidikan seks. Di sini orang tua memiliki tanggung jawab untuk memberikan pengetahuan kepada anak-anaknya dengan memberikan pendidikan seks yang benar agar remaja bisa membentengi diri dengan pengetahuan yang benar. Pendidikan seks yang benar dapat digunakan sebagai benteng oleh remaja agar mereka mempunyai kesadaran akan pentingnya memahami masalah-masalah seksual. Dengan pengetahuan yang benar, diharapkan tingginya angka penularan penyakit menular seksual terutama HIV/AIDS bisa dikurangi.

            Sebagai remaja sendiri kita juga harus terus aktif mencari informasi, namun tetap harus menanyakan kredibilitas informasi tersebut dengan orang dewasa yang memang lebih paham. Pendidikan seks bukanlah hal yang tabu lagi untuk dibicarakan. Hal ini justru harus dibahas lebih dalam sebagai salah satu tindakan preventif untuk mengurangi penyebaran penyakit menular seksual. Semakin banyak pengetahuan yang kita tahu, lebih banyak manfaat yang kita dapat, kan?

oleh: Haniffa Arista P  (Relawan KISARA)

[1] BKKBN. Laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta. 2003.

[2] Suryoputro, A., dkk. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah: Implikasinya terhadap Kebijakan dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Makara Kesehatan. 2006. 10 (1): 30

Leave a Replay

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top