Salahkah pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual diberikan pada remaja? Yuk, simak jawabannya dalam kacamata agama Hindu

Growing-up_s

“Brahmacari tan ayun ara rabi”

Itulah salah satu kutipan sastra yang diucapkan oleh salah satu tokoh agama dari perwakilan kementerian agama provinsi Bali, Nyoman Danyuh, yang memiliki arti bahwa pada masa mencari ilmu (brahmacari) tidak boleh melakukan hubungan seksual selayaknya pasangan suami istri. Oleh karena dalam hidup manusia secara Hindu disebutkan ada tahapan kehidupan yang dilalui manusia untuk mencapai keseimbangan. Tahapan-tahapan tersebut disebut dengan Catur Asrama yang terdiri dari Brahmacari, Grhasta, Wanaprasta, dan Bhiksuka.

Manusia tumbuh dan berkembang memiliki tahapan dan siklus dari janin, bayi, anak-anak, remaja, dewasa, orang tua dan usia lanjut. Pada masa anak-anak hingga remaja disebut dengan Brahmacari Asrama, yaitu masa-masa mencari ilmu pengetahuan. Pada masa remaja akan terjadi perkembangan fisik, psikis, dan sosial yang berpotensi menyebabkan masalah pada diri remaja. Masa remaja penuh tantangan sehingga apabila masa remaja tidak diisi dengan proses pembelajaran, menuntut ilmu, memproteksi diri dengan pengetahuan maka akan lebih mudah untuk berperilaku berisiko yang menyebabkan permasalahan penyakit, maupun permasalahan secara psikis dan sosial.

Berdasarkan hasil diskusi, diketahui bahwa tokoh agama sangat mendukung adanya pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi pada remaja untuk mencegah perilaku berisiko pada masa remaja. Pengetahuan menjadi kunci untuk membebakan diri dari risiko – risiko permasalahan yang terjadi, sehingga bisa memproteksi diri dari perilaku menyimpang. I Nyoman Danyuh membenarkan bahwa saat ini telah banyak terjadi kasus hamil di luar nikah dan beliau menekankan bahwa remaja harus mampu mengendalikan hawa nafsu terlebih pada masa brahmacari. Dilihat dari segi agama, apabila remaja telah melakukan hubungan seksual maka seharusnya naik ke tahapan berikutnya, yaitu tahap Grhasta, tahap berumah tangga.

Berdasarkan informasi dari narasumber juga diketahui bahwa saat ini di Bali telah terjadi fenomena hamil dulu baru menikah. Hal ini menurut beliau sangat tidak sesuai dengan budaya Bali, terlebih lagi berdasarkan sastra berhubungan suami istri hanya boleh dilakukan setelah pasangan melakukan upacara sakral pawiwahan. Narasumber sangat menekankan pada generasi muda bahwa kehamilan tidak direncanakan dan melahirkan sebelum menikah akan mendapatkan sanksi normatif dan hukuman sosial, seperti dikucilkan dan diskriminasi sosial sehingga harus dihindari.

Selain pendidikan agama, pendidikan reproduksi yang diselaraskan dengan ajaran agama sangat diperlukan untuk mencegah perilaku negatif pada masa remaja. Narasumber sangat mendukung adanya pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja. Narasumber menyatakan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi sangat baik diberikan pada remaja asal sesuai dengan umur atau jenjang sehingga akan tepat sasaran.

Oleh: Wulandari Artha (relawan KISARA)

Leave a Replay

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top