Menangis adalah satu perilaku yang dimiliki manusia sejak pertama kali dilahirkan. Pada banyak hal, menangis adalah salah satu cara berkomunikasi, baik antar-manusia, manusia dengan sekitar, maupun dengan dirinya sendiri. Ketika dewasa, tangisan sebagai bentuk komunikasi terwujud ketika manusia merasa tidak nyaman. Kondisi yang menempatkan manusia dalam ketidaknyamanan akan memicu naiknya emosi, yang terkadang dilampiaskan dengan marah atau juga menangis.
Sahabat KISARA, Pernahkah kalian mendengar anggapan laki-laki tidak boleh menangis? Sejak muda di dalam pikiran kita sudah tertanam bahwa laki-laki yang kuat atau maskulin tidak boleh menangis. “Jangan menangis kaya anak perempuan aja!”, “Jadi cowo ga boleh nangis!” atau kalimat sejenisnya yang acap kali diucapkan orang tua kepada anak laki-lakinya. Dilansir dari parenting.orami.co.id budaya yang selama ini berkembang justru akan mendorong laki-laki untuk memendam emosinya saat mereka dewasa. Sedangkan emosi yang dipendam akan membuat hubungan antara anak dengan orang tua menjadi jauh dan dalam jangka panjang, emosi yang terpendam akan mudah menimbulkan depresi.
Menurut kumparan.com bahwa beragam penelitian telah menunjukkan krisis kesehatan jiwa pada laki-laki, termasuk juga masalah penggunaan narkotika dan zat adiktif, dan rendahnya akses layanan yang digapai oleh laki-laki. Sekalipun dianggap lebih kuat dan tangguh seperti superman, menurut American Foundation of Suicide Prevention laki-laki 3,54 kali lebih sering meninggal akibat bunuh diri ketimbang perempuan. Stereotype tentang laki-laki yang cenderung menumpuk emosinya dan perempuan yang lebih mudah bercerita juga ada benarnya. Menimbulkan masalah tersendiri ketika bicara tentang isu bunuh diri. Laki-laki memiliki lebih sedikit opsi untuk bercerita, karena mengakui emosi bisa berarti kelemahan. Laki-laki lebih takut dikatakan orang lain lemah, ketimbang jujur mengakui bahwa emosi ini wajar dan butuh pertolongan.
Keengganan bercerita masih banyak dialami orang-orang yang tidak ingin terbuka terkait masalah yang dimilikinya dan sudah banyak platform online yang menyediakan layanan konseling. Salah satu contohnya KISARA. Pertolongan terhadap masalah kesehatan jiwa itu sudah tersedia, kita hanya perlu mengizinkan diri untuk ditolong. Karena semua orang berhak kembali bahagia baik laki-laki maupun perempuan.
Bulan
Relawan KISARA
Catatan kaki:
Ardian, Jiemi. 2019. Laki-laki dan Kesehatan Jiwa https://kumparan.com/jiemi-ardian-dr/laki-laki-dan-kesehatan-jiwa-1s27R3E8YUk (diakses pada 28 Oktober 2019)
Parenting.orami. 2017. Anak Laki-laki Tak Boleh Menangis https://parenting.orami.co.id/magazine/anak-laki-laki-tak-boleh-menangis (diakses pada 29 Oktober 2019)
Photo by Tom Pumford on Unsplash
1 thought on “Laki-Laki, Menangis, dan Kesehatan Jiwa”
akan dianggap lemah jika nak kecil laki2 menangis diantara teman2 sebayanya. karena banyak orang tua menanamkan bahwa laki2 tidak boleh menangis padahal menangis salah satu bentuk pemulihan jiwa. saya suka sekali artikelnya thanks good job fr next