Mengupas masalah keperawanan yang bersinggungan dengan organ intim kewanitaan seorang gadis tentu tak akan ada habisnya. Berbagai pendapat, pandangan, serta mitos tentang “gadis perawan” sering menjadi perbincangan masyarakat, meskipun kadang-kadang tak banyak yang berani membahas secara terang-terangan karena masih dianggap sebagai topik bahasan yang tabu dan seronok.
Berbeda dengan keperjakaan seorang laki-laki yang sulit dibedakan, keperawanan dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu dari sudut pandang medis atau sosial.
Secara medis perawan biasanya dikaitkan dengan kondisi fisik seseorang yakni dari robeknya selaput dara dengan tanda keluarnya darah pada saat pertama kali melakukan hubungan seksual, sementara secara sosial keperawanan dilihat dari pernah atau tidaknya seorang gadis melakukan hubungan seksual. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, apakah semua gadis perawan akan mengalami pendarahan ketika berhubungan seksual pertama kali?. Atau apakah semua gadis yang selaput daranya robek adalah gadis-gadis yang sebelumnya sempat berhubungan seksual?
Mitos darah selaput dara ini tentu membuat banyak wanita menjadi khawatir di malam pertamanya. mereka takut tidak mengeluarkan darah dan takut dianggap tidak perawan lagi. Belum lagi mitos-mitos lain yang merebak di masyarakat, yang mengatakan bahwa gadis tak perawan memiliki bentuk tubuh berbeda dengan gadis yang tak pernah melakukan hubungan senggama.
Sesungguhnya, selaput dara yang dimiliki oleh para perempuan tak semuanya sama. Selaput dara merupakan selaput tipis yang terdapat di dalam liang vagina. Selaput dara memiliki variasi bentuk dengan ketebalan dan elastisitas yang berbeda, dengan bentuk berlubang-lubang, besar, kecil, dan lainnya. Tentu saja bagi mereka yang memiliki selaput dara yang berlubang besar atau yang hanya menutupi dinding vagina serta elastisitasnya tinggi tidak akan mengalami pendarahan ketika pertama kali berhubungan seksual, atau bisa saja darah yang dikeluarkan terlalu sedikit dan bercampur dengan cairan vagina sehingga tidak terlihat. Sementara ada pula wanita yang memiliki selaput darah yang rapuh dan sensitif, sehingga memungkinkan untuk kembali mengalami pendarahan pada hubungan seksual selanjutnya.
Robeknya selaput dara juga belum tentu terjadi oleh karena telah melakukan hubungan seksual (masuknya penis ke dalam vagina), tetapi bisa juga karena kecelakaan, kegiatan olahraga yang berat, atau pernah melakukan masturbasi dengan memasukkan suatu benda ke dalam vagina. Mitos tentang bentuk tubuh gadis tak perawan pun juga sungguh sangat disayangkan. Sebab sejatinya hal seperti itu tidak dapat diuji secara ilmiah.
Banyak selentingan yang mengatakan gadis dengan payudara dan pantat yang turun adalah gadis tak perawan. Mungkin saja bentuk tubuh asal sang gadis memang demikian, toh banyak juga wanita atau ibu yang memang sudah tak perawan bentuk tubuhnya tetap bagus. Jadi bukan itulah yang harusnya dijadikan sebagai tolak ukur perawannya sang gadis. Itu dikembalikan lagi pada individu masing-masing untuk berpikir dan berpandangan serta menilai kembali diri sendiri masihkah perawankah kamu…
Keperawanan sungguh akan merugikan perempuan apabila hanya dilihat dari masih utuh atau robeknya selaput dara. Terlebih lagi hanya dengan melihat ciri fisik yang kasat mata. Jadi, para remaja jangan sembarang menilai orang lain ya, pertama nilailah dulu dirimu sendiri. Jangan sampai kita menadi remaja yang gemar mencap orang lain dengan sesuatu yang kita sendiri tidak tahu pasti. Dan bagi kamu para gadis perawan, jangan terlalu pusing memikirkan darah selaput daramu ya, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa jujur pada orang lain dan diri sendiri. 😉
(WIDA/KISARA)
ilustrasi: http://ihsanart.wordpress.com/2010/10/11/jalanan/
sumber: Tanya Jawab Seputar Seksualitas Remaja, Lentera Sahaja PKBI DIY
1 thought on ““Gadis” tak “Perawan””
“Gadis” tak “Perawan” http://t.co/k1g0Iobm lewat @kisara_bali