Langsing, tinggi, putih, seksi merupakan suatu kriteria yang umum digunakan sebagai indikator kecantikan seorang wanita. Adanya kontes kecantikan yang memiliki persyaratan berupa tinggi dan berat badan minimum, memperkuat pernyataan bahwa penampilan sangat mempengaruhi seseorang dapat dikatakan cantik atau tidak.Alhasil, seseorang yang ingin tampil cantik melakukan berbagai macam usaha agar dirinya dapat diakui sebagai “wanita cantik”. Tak jarang, usaha yang dilakukan untuk mempercantik diri memunculkan masalah- masalah yang harus dihadapi, termasuk didalamnya berupa masalah kesehatan.
PENCITRAAN DIRI YANG MENYIMPANG ?
Gemuk, sering dianggap sebagai suatu “bencana” bagi seorang wanita. Hal tersebut menyebabkan banyak wanita gemuk yang terobsesi untuk bertubuh langsing. Ada yang beralasan demi kesehatan, serta tak sedikit pula yang terobsesi bertubuh langsing untuk membuat diri tampil lebih cantik. Sebenarnya, sah – sah saja jika seorang wanita ingin bertubuh langsing. Faktanya adalah tidak ada wanita yang tidak ingin tampil cantik. Dalam hal ini, terdapat perbedaan usaha yang dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut. Perbedaan usaha yang dilakukan tergantung dari kualitas pencitraan diri yang ingin dilakukan oleh orang tersebut. Pencitraan diri berorientasi dari pandangan orang yang bersangkutan mengenai definisi dari cantik itu sendiri. Namun, tak sedikit pula wanita yang ingin tampil cantik sesuai dengan pencitraan yang berlaku secara umum di masyarakat. Singkat kata, pencitraan diri merupakan suatu pilihan.
Selain dari masyarakat, pencitraan diri juga dipengaruhi oleh keberadaan media massa (Praptomo, 2009). Faktanya adalah sebagian besar artis yang muncul di media massa memiliki penampilan yang dianggap cantik dan sempurna. Hal tersebut secara langsung membuat suatu standarisasi terhadap kecantikan seorang wanita. Seolah – olah pencitraan diri yang ingin diwujudkan secara umum yaitu tampil cantik dengan tubuh langsing, tinggi, putih, seksi dan lainnya. Sehingga pencitraan diri yang awalnya dibangun berdasarkan pandangan sendiri menjadi pudar, akibat dari kuatnya pencitraan yang berlaku secara umum. Lambat laun, tampil cantik sesuai dengan standar yang berlaku secara umum menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi, bukan hanya sekedar hak saja.
Dalam merealisasikan obsesi untuk tampil cantik, banyak usaha yang dilakukan. Mulai dari melakukan perawatan baik secara modern maupun tradisional, berolahraga, serta mengubah pola makan (diet). Jika kita melihat kembali contoh wanita gemuk yang ingin tampil cantik, maka hal utama yang harus dilakukan yaitu merampingkan badannya. Salah satu cara yang sering digunakan yaitu mengubah pola makan (diet).
Kata “Diet” sering diartikan sebagai suatu tindakan pengurangan asupan makanan ke dalam tubuh. Sehingga tak jarang kita jumpai, orang berdiet dengan cara tidak makan seharian bahkan untuk beberapa hari. Mereka beranggapan bahwa dengan tidak adanya asupan makanan kedalam tubuh maka tubuh yang awalnya gemuk dapat menjadi ramping. Pada kenyataannya, memang menghasilkan tubuh yang lebih ramping, namun diikuti pula oleh beberapa masalah – masalah kesehatan yang merupakan akibat dari tindakan tersebut. Contohnya yaitu penyakit kelainan makan (eating disorder). Penyakit kelainan makan yang sering terjadi yaitu anoreksia dan bulimia.
ANOREKSIA dan BULIMIA NERVOSA
Anoreksia dan bulimia nervosa merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor biopsikososial berupa genetik, perubahan tubuh karena pubertas, tekanan sosial untuk dapat menjadi kurus, ketidakpuasaan terhadap bentuk tubuh, diet yang gagal, depresi serta tidak adanya penghargaan terhadap diri sendiri. (National Institute of Health, 2012)
Persamaan yang mendasar antara anoreksia dan bulimia yaitu suatu penyakit yang muncul akibat dari tindakan seseorang untuk tidak menjadi gemuk atau kelebihan berat badan.
Sedangkan perbedaan kedua penyakit ini yaitu terletak pada cara orang tersebut untuk menghindari dan mengatasi kegemukan. Pada penderita Anoreksia, menghindari kegemukan dengan cara mengurangi porsi makan. Dari hari ke hari mereka makan dengan porsi yang semakin sedikit. Dengan cara ini mereka berharap dapat mengurangi berat badan mereka, padahal hal ini sebenarnya tidak perlu dilakukan. Sedangkan penderita bulimia tidak mengurangi porsi makan mereka. Mereka makan dalam jumlah besar, kemudian mengeluarkan kembali makanan itu dengan cara memuntahkannya atau dengan minum obat pencuci perut. Mereka percaya bahwa dengan cara ini mereka tidak akan gemuk. Mengidap penyakit kelainan makan merupakan masalah kesehatan yang serius, bahkan adapula yang berujung pada kematian. (Palmer, 2003)
Anoreksia Nervosa
Penderita anoreksia terus-menerus melakukan diet mati-matian untuk mencapai tubuh yang kurus, yang pada akhirnya kondisi ini menimbulkan efek yang berbahaya yaitu kematian. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian pada 10% penderitanya. Pada penderita anoreksia nervosa dapat menurunkan berat badannya antara 25 – 50 % dari berat badan sebenarnya.
Dampak fisik yang umumnya terjadi penderita adalah kehilangan selera makan, hingga tidak mau mengkonsumsi apapun, lemah tidak bertenaga, sulit berkonsentrasi dan terjadi gangguan menstruasi. Namun adapula dampak psikisnya, seperti mempunyai perasaan tidak berharga, sensitif (mudah tersinggung atau marah), mudah merasa bersalah, kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain, tidak percaya diri, cenderung berbohong untuk menutupi perilaku makannya, minta perhatian orang lain, dan depresi.
Bulimia Nervosa
Bulimia Nervosa adalah kelainan cara makan yang terlihat dari kebiasaan makan berlebihan yang terjadi secara terus menerus. Bulimia adalah kelainan pola makan yang sering terjadi pada wanita. Kelainan tersebut biasanya merupakan suatu bentuk penyiksaan terhadap diri sendiri. Yang paling sering dilakukan oleh lebih dari 75% orang dengan bulimia nervosa adalah membuat dirinya muntah, kadang-kadang disebut pembersihan; puasa, serta penggunaan laksatif, enema, diuretik, dan olahraga yang berlebihan juga merupakan ciri umum.
Pada dasarnya, kecantikan merupakan anugerah yang dimiliki oleh setiap wanita. Penampilan bukan hal terpenting untuk menilai sebuah kecantikan. Namun, hal yang paling penting yaitu inner beauty seorang wanita yang terpancar dari dalam dirinya sendiri. Inner beauty erat kaitannya dengan kepribadian seorang wanita. Sehingga penilaiannya lebih berorientasi pada bagaimana seorang wanita bersikap, berprilaku dan melakukan interaksi terhadap lingkungannya. Namun, sah – sah saja jika seorang melakukan usaha untuk mempercantik dirinya dengan merubah penampilan. Tapi hal yang harus diperhatikan yaitu cara untuk mempercantik diri dengan tetap memperhitungkan resiko terhadap kesehatannya.
Jika kelainan anoreksia dan bulimia nervosa telah terjadi, maka peran keluarga sangatlah penting. Keluarga dapat memberikan dukungan sosial terhadap penderita. (The British Journal of Psychiatry, 2011) Dukungan sosial tersebut dapat berupa memberikan penghargaan terhadap penderita. Penghargaan yang dimaksudkan yaitu memposisikannya sebagai orang yang dibutuhkan. Dengan itu, orang tersebut akan lebih menghargai dirinya sendiri dengan keadaan seadanya. Rasa dibutuhkan dapat menjadi suatu bentuk pengalihan fokus terhadap kecemasan penampilan yang dipikirkan sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa penampilan bukan menjadi indikator utama dalam kecantikan, namun kecantikan yang berasal dari dalam (inner beauty) akan terpancar saat seseorang dapat menjadi pribadi yang berguna bagi sesama dan lingkungan sekitarnya.
Oleh : Ni Luh Eka Purni Astiti (Relawan KISARA)