Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, itulah hal yang menjadi perbincangan utama dalam ICIFPRH 2019. Pasalnya, masalah – masalah mengenai keluarga berencana dan kesehatan reproduksi tak hanya dipicu oleh Kurangnya pengetahuan masyarakat dan kurang optimalnya peran pemerintah. Namun, perspektif budaya dan agama yang sempit pun juga memberikan pengaruh yang besar terhadap masalah ini. Di era digital seperti sekarang ini, hadirnya program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi diharapkan dapat berkontribusi dalam pengurangan angka kematian ibu dan peningkatan kesejahteraan keluarga, karena sejak sistem desentralisasi diterapkan pada tahun 2001, perkembangan program KB mengalami penurunan. Maka dari itu, hadirlah ICIFPRH 2019 sebagai konferensi keluarga berencana internasional pertama yang dilaksanakan di Indonesia tepatnya di Kota Yogyakarta. Lebih dari 800 orang muda, peneliti, doktor, ob-gyns, pemangku kepentingan pemerintah, dan aktivis datang dalam acara ini secara bersama – sama untuk membicarakan berbagai gagasan, pemikiran, praktik lapangan, dan kebijakan – kebijakan baik itu pada tingkat nasional maupun internasional untuk meningkatkan pengembangan program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi di Indonesia.
Konferensi yang dikoordinatori oleh Siswanto Agus Wilopo ini, sebelum resmi dibuka diawali dengan kegiatan Pre-Conference yang menghasilkan rekomendasi sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam me-rebranding gerakan KB. Sedangkan pada Main Conference terdiri dari beberapa sesi meliputi Plenary Sessions, Parallel Sessions, Satellite Sessions, dan diakhiri dengan Open Debate. Dalam konferensi ini juga dibahas mengenai Dance4Life yang merupakan salah satu program dari Rutgers WPF Indonesia yang berfokus pada pendidikan komprehensif akan isu hak kesehatan seksual dan reproduksi. Sehingga perwakilan dari Champion4life dan Agent4change dari Dance4Life KISARA PKBI Bali berkesempatan untuk hadir dalam konferensi ini.
Sebuah kebanggaan bagi KISARA PKBI Bali berkesempatan untuk hadir dan berpartisipasi dalam acara ini. Sebagai LSM yang peduli akan isu – isu remaja, tentunya sangatlah penting untuk mengetahui inovasi – inovasi dan perkembangan terbaru terkait isu remaja untuk dapat menyampaikan informasi yang relevan kepada masyarakat serta dapat memberikan pelayanan yang lebih komprehensif. Ni Luh Eka Purni Astiti, ia yang merupakan salah satu relawan KISARA PKBI Bali dan juga Koordinator GUSO (Get Up Speak Out) dalam bidang Youth Representative berkesempatan untuk menjadi pembicara dalam Plenary Sessions. Ia menyampaikan tentang bagaimana GUSO sebagai program dari Rutgers WPF Indonesia berusaha untuk mengisi kurangnya informasi dan layanan seksualitas serta kesehatan reproduksi bagi remaja. Yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana GUSO dapat memberikan ruang bagi remaja untuk bersuara dan mengklaim haknya akan kesehatan seksual dan reproduksi.
Nah, Sahabat Kisara. Hasil konferensi yang melibatkan sekitar 800 peserta dari 13 negara ini nantinya akan dijadikan rekomendasi dalam pelaksanaan kegiatan KB dan kebutuhan perempuan maupun laki – laki, sebagai upaya dalam pengurangan angka kematian ibu dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Orang muda berharap apa yang mereka rekomendasikan dapat dipertimbangkan oleh pemerintah dalam setiap pengambilan kebijakan khususnya mengenai keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.
Sintya Anggreni
– Relawan Kisara